Kaligrafi, seni menulis indah ke dalam bentuk lukisan yang
dituangkan pada kertas (pada mula perkembangannya) menggunakan pena, kuas, atau
alat tulis lainnya. Seiring dengan perjalanan waktu, kaligrafi ditemukan
diberbagai media, seperti dinding, batu, kanvas, dan lain sebagainya. Teknik
menulis kaligrafi bukanlah sesuatu yang dapat dibuat tanpa adanya aturan
didalamnya, tapi ada geometri yang akurat, kaidah-kaidah yang ketat dalam
menuliskannya, namun yang terpenting dari itu semua adalah serumit apapun
tulisan kaligrafi, jangan sampai itu mengubah makna dan teks asli Al-Qur’an
karena orisinalitas Al-Qur’an harus lah dipegang teguh baik secara lafaz maupun
makna. Pembicaraan mengenai kaligrafi jika disandarkan pada Islam, maka tidak
akan terlepas dari asal-usul Khat Arab yang akan diulas pada pembahasan
selanjutnya
Asal-Usul Khat Arab
Dalam bukunya Membumikan Ulumul Qur’an, Dr. Ahsin Sakho mengatakan
bahwa ada dua pendapat mengenai asal-usul khat Arab. Pertama, khat yang berasal
dari bangsa Himyar dari Arab Selatan, salah satu bangsa keturunan Arab asli
dari keturunan Qahtan yang mendiami negeri Yaman. Pendapat kedua mengatakan bahwa
khat Arab berasal dari Arab Utara, yaitu bangsa Aramis yang salah satu dari
unsur bangsa Smith, yang eksis pada abad ke-9 Sebelum Masehi (SM).
Tulisan Aramis
dilanjutkan oleh kaum Nabatian, dan kemudian pergi ke Anbar. Dari Anbar
kemudian menyebar ke Mekah melalui Harb bin Umayyah, seorang pedagang yang
sering hilir mudik ke Irak. Pendapat ini juga dikuatkan juga oleh penelitian
atas tulisan-tulisan yang tertoreh di batu-batu di pegunungan sekitar Irak.
Pendapat kedua inilah yang lebih mendekati kebenaran, karena diketahui hubungan
perdagangan antara Mekah dan Hirah atau Anbar telah berlangsung lama sebelum
Islam datang.
Sejarah Singkat Kaligrafi
Bangsa Arab sebelum kedatangan Islam tidak terlalu terbiasa dengan
tradisi membaca dan menulis, kecuali pada kalangan tertentu, seperti kalangan
bangsawan. Mayoritas bangsa Arab, mereka lebih menyukai metode menghafal.
Bahkan transaksi atau sebuah perjanjian hanya disampaikan dari mulut ke mulut
tanpa menuliskanny. Angin segar Islam membawa peradaban pada tingkat kemajuan
yang luar biasa, karena ketika pembicaraan ini dilekatkan pada peradaban dan
kata ‘kaligrafi’ maka pertumbuhan pesat kaligrafi tak akan lepas dari pengaruh
Al-Qur’an yang sejak diturunkannya sudah berbicara mengenai membaca dan menulis
(Al-‘Alaq/96 :1-5).
Pada abad ke-2
Hijriyah, Rasulullah saw mewajibkan pada tawanan perang yang tidak mampu
membayar uang tebusan untuk mengajari baca-tulis pada kaum muslimin. Pada tahun
inilah, tahun kebangkitan baca-tulis kalangan umat Islam. Dan pada masa tersebut,
kaligrafi didominasi oleh Khat Kufi (hingga masa berakhirnya pemerintahan
Khulafaurrasyidin). Bahkan untuk penulisan mushaf (kodifikasi) Khat Kufi inilah
yang menjadi fokus perhatian untuk menorehkannya. Pada perkembangan selanjutnya
terjadi pada masa Dinasti Umayyah.
Pada pemerintahan
Dinasti Umayyah, goresan tulisan khat mulai dikembangkan, karena adanya ketidakpuasan
terhadap Khat Kufi yang dinilai kaku dan sulit untuk digoreskan. Sebab lain
juga karena faktor perkembangan Islam itu sendiri. Meskipun bahasa Arab telah
ada sebelum Islam datang, namun bahasa ini berkembang pesat sejalan dengan
perkembangan agama Islam, hingga yang mengenal bahasa Arab tidak hanya orang
Arab, tetapi juga oran non-Arab, serta ini tak lepas dari faktor politik
Dinasti Umayyah, yang menetapkan bahasa Arab bahasa nasional wilayah-wilayah
Islam. Beranjak dari sanalah muncul berbagai bentuk goresan kaligrafi pada masa
itu.
Goresan yang muncul
ketika pemerintahan Dinasti Umayyah dinilai lebih mudah untuk menggoreskannya.
Karena goresan yang dirumuskan harus lembut–tidak kaku seperti Khat Kufi atau
dalam kata lain, yang dikembangkan adalah Khat Non-Kufi. Pelopor perkembangan
bentuk goresan kaligrafi pada masa itu adalah khalifah pertama Dinasti Umayyah,
Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Beberapa ragam kaligrafi dikembangkan berdsarkan nama
kota dikembangkankannya tulisan tersebut. Tulisan yang populer pada masa itu
adalah Tumar, Jalil, Nisf, Sulus, dan sulusain.
Tulisan Tumar yang
bercirikan tegak lurus ditulis denga pada tumar-tumar (lembaran penuh,
gulungan kulit atau kertas), jenis tulisan ini digunakan dalam komunikasi
tertulis antara khalifah dan para amir, serta tulisan jenis ini digunakan untuk
penulisan dokumen resmi istana. Atau dalam kata lain, jenis tulisan tumar
digunakan oleh para pemegang kekuasaan pada masa itu. sedangkan tulisan jenis jalil
digunakan oelh masyarakat umum.
Perkembangan selanjutnya pada Dinasti Abbasiyah, pada masa ini gaya
dan metode menulis kaligrafi semakin berkembang dan pada masa ini semakin
banyak khattath dan khattathah yang muncul, dapat dikatakan pada masa ini
adalah masa gemilang bagi seni khat. Pada periode ini pencapaian terbesar dalam
dunia kaligrafi adalah penemuan metode geometrikal pada kaligrafi yang terdiri
dari tiga unsur kesatuan baku dalam pembuatan huruf, yang ditawarkan yaitu:
titik, huruf alif, dan lingkaran. Rumus-rumus ini ditemukan oleh Ibnu Muqlah. Menurut
pendapatnya juga setiap huruf hendaknya berdasarkan metode ini yang disebut
dengan metode al-Khat al-Mansub (tulisan yang berstandar). Usaha Ibn
Muqlah diteruskan oleh Ibnu Bawwab, seorang murid dari muridnya Ibnu Muqlah.
Ibnu Bawwab terus mengembangkan metode yang sudah dirintis oleh Ibnu Muqlah,
dan metodenya ini dinamakan al-Mansub al-Faiq (huruf berstandar indah). Periode
selanjutnya muncul seorang yang bernama Yaqut al-Musta’simi yang memperkenalkan
metode baru, metode yang lebih halus dan lembut dalam penulisan kaligrafi.
Yaqut adalah kaligrafer termasyhur pada masa detik-detik kehancuran pemerintahan
Abbasiyah (1258 M). Pada masa Abbasiyah setidaknya ada enam gaypoatau variasdayang
paling utama dalam penulisan kaligrafi yankaterkenal (masyhur dikalangan
umat islam), yaitu: Sulust, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani, Riqa’, dan Tauqi’.
Pada masa Abbasiyah, karya-karya kaligrafi lebih dominan dipakai sebagai hiasan
ornamen dan arsitektur.
Setelah bangsa Mongol berhasil menduduki Daulah Abbasiyah,
kaligrafi terus-menerus mengeksistensi dalam peradaban Islam. Selain terdapat
Yaqut (seperti yang telah disebutkan) pada masa itu, Abaga, anaknya Khulagu
Khan memeluk Islam, dan ini mengakibatkan dinasti Mongol memeluk agama Islam.
Saat itulah, kaligrafi berhasil mengesksistensi di negeri Islam bagian Timur.
Untuk negeri Islam bagian Barat, wilayah Arab dekat Mesir, termasuk Andalusia
(Spanyol), berkembang tulisan Khat Maghribi atau Kufi Barat pada abad
pertengahan.
Pasca pemerintahan Mongol, kaligrafi masih terus menjadi primadona
seniman muslim, dan terus mengembangkannya, hingga pada masa sekarang hanya
tinggal beberapa gaya yang paling populer dalam dunia Islam saat ini, yaitu: Naskhi,
Sulus, Raihani, Diwani Jali, Farisi, Riq’ah,
dan Kufi.
Mengenai kemajuan peradaban suatu bangsa, bangsa yang maju, budaya
juga semakin maju, termasuk tulis-menulis. Kata ‘kaligrafi’ secara singkat
memang berarti seni tulisan iinda, maka ketika menyebut ‘kaligrafi’ belum tentu
itu goresan ayat suci al-Qur’an atau pun khat Arab, hanya saja muslim di
Indonesia tebiasa menyebut khat Arab dengan sebutan kaligrafi – yang bermakna
seni tulisan indah ayat-ayat Al-Qur’an yang tak terlepas dari aturan
berdasarkan geometrik dan yidak merubah secara lafz dan makna yang terkandung,
Bahan Bacaan
Muhammad, Ahsin Sakho. Membumikan Ulumul Qur’an. Jakarta:
QAF Media. 2019
Fitriani, Laily. Skripsi “Seni Kaligrafi: Peran dan Kontribusinya
Terhadap Peradaban Islam”, UIN Maulana Malik, Malang. Tt
Sirojuddin A.R, “Peta Perkembangan Kaligrafi Islam di Indonesia”
Jurnal Al-Turas, Vol. XX, No. 1, 2014
https://ganaislamika.com/sejarah-singkat-kaligrafi-islam/
https://www.republika.co.id/berita/mppmdp/sejarah-dan-perkembangan-kaligrafi-arab