Minggu, 10 Mei 2020

Biografi Imam ath-Thabari

Mengenal Ulama Al-Qur’an (2)
Imam ath-Thabari


Biografi 
Ibn Jarir al-Thabari terkenal sebagai imam, mujtahid, sejarawan. ahli fikih, dan mufasir. Nama aslinya adalah Abu Ja'far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Thabari. Beliau dilahirkan pada tahun 224 H/839 M di Amol, nama daerah di Thabaristan. Al-Thabari tumbuh dewasa dalam keluarga yang mementingkan pendidikan dan di lingkungan yang religius. Semasa hidupnya dihabiskan untuk mencari ilmu pengetahuan dan mempelajari ilmu-ilmu agama. Al-Thabari tumbuh di lingkungan keluarga yang agamis dan cinta ilmu. Pada usia 7 tahun, beliau sudah hafal al-Qur'an dan sudah mengimami salat. Bahkan, ketika usianya masih belum genap 9 tahun, beliau sudah menulis hadis. Al-Thabari juga dikenal sebagai ahli qira'at, balaghah, fikih, mufassir, khususnya yang terkait dengan ayat-ayat hukum, ahli hadis dan rijâl al-hadîts (perawi-perawi hadis). Dan, ada tiga cabang ilmu yang selalu menyertai al-Thabari setiap kali beliau men- jelaskan sesuatu, yaitu, tafsir, tarikh dan fikih. Demi menimba ilmu, al-Thabari tidak segan-segan melakukan perjalanan (rihlah) ilmiah ke beberapa daerah, seperti Tibristan, Irak, Syam, Mesir, dan daerah-daerah lain yang diyakini sebagai pusat peradaban dan ilmu pengetahuan.
            Al-Thabari memulai petualangan keilmuannya ketika berusia 12 tahun (236 H). Beliau banyak belajar ke beberapa daerah dan berguru ke beberapa ulama yang ahli di bidangnya masing-masing. Perjalanan pertamanya adalah ke Ray, sebuah kota yang terletak di Tehran, Iran, Di kota ini, beliau belajar hadits kepada salah satu guru utamanya yaitu Muhammad bin Humaid al-Razi ketika ia berusia 17 tahun. Selain itu. ibn Humaid juga mengajarkan tentang sejarah kehidupan Nabi Muhammad Saw., (al-Sirah) karya Ilbn Ishaq, sejarah pra-Islam dan Islam awal. Kemudian al-Thabari pergi ke Baghdad pada 241 H untuk belajar fikih kepada Imam Ahmad bin Hanbal, namun sayang Imam Ahmad bin Hanbal terlebih dahulu wafat beberapa saat sebelum al-Thabari sampai di kota itu.[1]
            Pada tahun 242 H, al-Thabari melanjutkan perjalanan intelektualnya ke Bashrah. Di kota ini, beliau belajar hadits kepada Muhammad bin al-Ma'ali dan Muhammad bin Basyar. Kemudian beliau pergi ke Kufah dan berguru kepada Hanna bin al-Sary dan Abu Kuraib Muhammad bin al-A'la al-Hamdani. Setelah itu, beliau pergi ke Baghdad dan tinggal di sini untuk beberapa lama sebagai tahapan pertama.
            Tahap kedua petualangan intelektualnya dimulai pada tahun 245 H. Beliau pergi ke Syam (Syiria) untuk belajar ilmu Qira'at kepada al-Abbas bin al-Walid al-Bairuni dengan qira'at syamiyyin (qira'at orang-orang Syam). Selanjutnya beliau meneruskan perjalannya ke Mesir untuk belajar fikih kepada sahabat Imam al-Syafi'i, yaitu al-Muzani (w. 268 H), dan belajar fikih Maliki kepada Muhammad bin 'Abd Allah bin al-Hakam dan Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah. Pada tahun 290 H (291 H), al-Thabari kembali ke Thabaristan dan bermukim sejenak hingga beliau pergi ke Baghdad dan tinggal disana sampai akhir hayatnya pada tahun 310 H. Beliau kemudian dimakamkan di dalam rumahnya dan tetap tidak dipindahkan hingga sekarang .[2]
            Al-Thabari merupakan salah satu tokoh Islam yang menguasai beberpa disiplin ilmu, baik di bidang tafsir, sejarah, fikih, maupun hadits. Karya beliau yang monumental adalah kitab sejarah Tarikh al- Umam wa al-Muluk atau dikenal dengan Tarikh al-Thabari dan kitab tafsir Jami’ al-Bayan ‘An Ta’wil Ay al-Qur’an atau lebih dikenal dengan Tafsir al-Thabari. Berikut ini adalah karya-karya al-Thabari:
1.      Adab al-Qadhah. Kitab ini berisi tentang pujian dan etika yang harus dimiliki oleh para hakim, persaksian, tuduhan, dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh para hakim
2.      Adab al-Manasik. Kitab ini berisi tentang segala hal yang harus dipersiapkan bagi seorang jamaah haji. 3. Adab al-Nufus. Kitab ini menjelaskan tentang akhlak yang seharusnya dimiliki dan diamalkan oleh seorang Muslim.
3.      Ahkam Syara'i al-Islam atau Lathif al-Qaul fi al-Bayan an Ushul al- Ahkam. Kitab ini menguraikan tentang kaidah-kaidah usiuhiyyah dalam menetapkan suatu hukum. Dalam kitab ini sangat terlihat ketajaman berpikir, analisis, dan kekuatan al-Thabari berargumentasi dalam menetapkan hukum. Karena itu, kitab ini dianggap sebagai kumpulan madzahbnya dalam bidang fikih.
4.      Ikhtilaf al-Ulama' atau Ikhtilaf al-Fuqaha' atau Ikhtilaf Ulama al- Amshar fi Ahkam Syara'i al-lIslam. Kitab ini menguraikan tentang perdebatan para ahli fikih dalam berbagai masalah hukum, terutama yang berkaitan dengan muamalah. Kitab ini terdiri dari 3000 lembar.
5.      Al-Basith atau Basith al-Qaul fi Ahkam Syara'i al-Islam. Kitab ini menguraikan masalah Fikih yang dimulai dari bab Thaharah (bersuci) hingga masalah yang dimungkingkan muncul di masa depan. Dalam setiap pembahasannya, al-Thabari mengemukakan perbedaan pendapat dari kalangan sahabat, tabiin, dan tokoh agama dari setiap umat atau daerah. Kitab ini berisi 1500 lembar.
6.      Tarikh al-Umam wa al-Muluk atau Tarikh al-Rasul wa al-Muluk. tetapi kitab ini dinamai dengan nama Tarikh al-Thabari. Kitab ini berisi tentang sejarah permulaan waktu, penciptaan Adam/manusia, para Nabi dan Rasul, kisah nabi Muhammad saw. hingga pembahasan sejarah pada 302 H. 'Faizah Ali Syibromalisi dk., Membahas kitab tafsir Klasik-Modern.h 4
7.      Tarikh Rijal min al-Shahabah wa al-Tabi'in. Kitab ini menguraikan tentang riwayat hidup singkat para sahabat dan tabiin.
8.      Kitab al-Thabsir. Kitab ini berisi tentang surat menyurat al-Thabari ke penduduk Amol, Thabaristan. Kitab ini berisi 30 lembar
9.      Tahdzib al-Atsar wa Tafshil al-Tsabit 'an Rasulullah saw mie at Akhbar. Kitab ini memulai pembahasannya dari Abu Bakar ra menurutnya dianggap sahih, kemudian menjelaskan kedudukan setiap hadits, permasalahan fikih dan pendapat ulama tentang fikih Al-Thabari juga menyelesaikan musnad sebagian dari musnad Ibnu Abbas. Namun, al-Thabari meningeal sebelum sempat menyempurnakannya.
10.  Jami' al-Bayan 'An Ta'wil ay al-Qur'an. Kitab tafsir ini terdiri dari 18 jilid yang dimulai dari surah al-Fatihah hungga al-Nas. Dalam penafsirannya, al-Thabari mengutip riwayat dari nabi Muhammad saw., pendapat sahabat, dan tabiin serta melakukan tarjih (menguatkan pendapat tertentu setelah melakukan analisis/kritik). AL- Thabari juga menyinggung masalah kebahasaan dan gira'at dalam penafsirannya.
11.  Al-Qira'at atau al-Jami' al-Qira'at. Kitab ini terdiri dari 18 jilid. Di dalamnya, al-Thabari menyebutkan qira'at yang mashur dan syadz, menjelaskan alasan-alasannya. kemudian memilih bacaan untuk dirinya di antara bacaan tersebut.
12.  Dan lain-lain.[3]

Komentar Ulama terhadap Imam ath-Thabari
Al-Khathib al-Baghdadi berkata: "Al-Thabari adalah salah satu ulama terbesar pada zaman-nya, perkataanya lurus dan layak untuk dipegangi, semua pemikirannya akan menggambarkan keluasan ilmunya."[4]
Adz-Dzahabi sendiri menyatakan "Ibnu Jarir adalah seorang yang tsiqah (terpercaya), jujur, hafizh, pemimpin dalam bidang ilmu tafsir, imam dalam ilmu fikih, ijma', dan perselisihan ulama juga seorang yang sangat berilmu dalam hal sejarah dan kemenangan muslimin, menguasai ilmu qira'ah, bahasa dan yang lainnya"[5]


                [1] Faizah Ali Syibromalisi dkk., Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, (Tangerang Selatan : Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2012), h. 1
                [2] Faizah Ali Syibromalisi dkk., h. 4
                [3] Faizah Ali Syibromalisi dkk., h. 5
                [4] A. Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir, (Depok : Lingkar Studi Al-Qur’an, 2019), h. 6

Mengenal Al-Qur'an secara utuh dengan studi Ulumul Qur'an

Aktivitas masyarakat akhir-akhir ini terlihat begitu mudah memahami teks al-Qur'an. Hanya dengan membaca artinya lalu menafsirkan maknanya. Yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah mempublikasikan hal tersebut. Padahal, al-Qur'an itu dibangun pada struktur yang kompleks, Puluhan cabang ilmu lahir dari al-Qur'an. Tujuannya tidak lain adalah ikhtiar untuk memahami makna spiritual al-Qur'an yang kemudian akan di implementasikan dalam kehidupan. Ulama kita amat hati-hati ketika berbicara tentang Qur'an sebab mereka paham betul bahwa kitab ini adalah kitab besar sehingga mengkajinya tidak bisa dengan cara kecil. Hal yang juga mengkhawatirkan adalah ketika berbicara ekonomi, tidak ada yang berpendapat kecuali pakar ekonomi, ketika berbicara sains, tidak ada yang berani berpendapat kecuali pakar sains. Namun amat disayangkan, ketika berbicara tentang Agama Islam, semua orang berani berpendapat.
Ilmu agama ini berat. Berat disini maknanya akan ada pertanggungjawaban dunia dan akhirat. Allah jelas telah menyampaikan kepada kita bahwa "Tanyalah kepada ahli ilmu jika kamu tidak mengetahui" (al ayah). Ini menjadi sangat penting untuk diperhatikan oleh semua orang.
Mencoba kembali pada studi Qur'an, melalui media ini penulis ingin berbagi dan belajar bersama terkait al-Qur'an. Sungguh semua sisi al-Qur'an itu indah, maka mari kita temukan keindahan dari tiap-tiap sisi itu. Dengan cara apa kita mengetahuinya? Dengan cara studi Ulumul Qur'an. Sebab ini adalah pondasi bagi setiap orang yang ingin memahami al-Qur'an secara utuh.
Istilah Ulumul Qur'an terdiri dari dua kata yaitu, ulum dan al-Qur'an. Ulum merupakan bentuk jamak dari kata 'ilm yang berarti ilmu. Dapat dipahami bahwa ulumul Qur'an adalah ilmu-ilmu al-Qur'an. Mencakup di dalamnya mempelajari tentang Makki, Madani, Asbabun Nuzul, Nuzulul Qur'an, Munasabah, Rasm, Qiraat, ilmu tafsir, dan ilmu-ilmu lainnya. Ini adalah salah satu cara membumikan al-Qur'an. Karena yang fokus pada tahsin dan tilawah sudah banyak, yang fokus pada tahfidz juga sudah banyak, yang mengaji tafsir juga sudah banyak tetapi yang mengaji Ulumul Qur'an masih terfokus pada lembaga-lembaga formal. Ini mengakibatkan ulumul qur'an menjadi asing dan tidak memudahkan bagi orang-orang yang fokus pada studi umum untuk mengetahui al-Qur'an secara menyeluruh.