Mengenal Ulama Al-Qur’an (2)
Imam ath-Thabari
Biografi
Ibn Jarir al-Thabari terkenal sebagai imam, mujtahid, sejarawan.
ahli fikih, dan mufasir. Nama aslinya adalah Abu Ja'far Muhammad bin Jarir bin
Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Thabari. Beliau dilahirkan pada tahun 224 H/839
M di Amol, nama daerah di Thabaristan. Al-Thabari tumbuh dewasa dalam keluarga
yang mementingkan pendidikan dan di lingkungan yang religius. Semasa hidupnya
dihabiskan untuk mencari ilmu pengetahuan dan mempelajari ilmu-ilmu agama. Al-Thabari
tumbuh di lingkungan keluarga yang agamis dan cinta ilmu. Pada usia 7 tahun,
beliau sudah hafal al-Qur'an dan sudah mengimami salat. Bahkan, ketika usianya
masih belum genap 9 tahun, beliau sudah menulis hadis. Al-Thabari juga dikenal
sebagai ahli qira'at, balaghah, fikih, mufassir, khususnya yang terkait dengan
ayat-ayat hukum, ahli hadis dan rijâl al-hadîts (perawi-perawi hadis). Dan, ada
tiga cabang ilmu yang selalu menyertai al-Thabari setiap kali beliau men-
jelaskan sesuatu, yaitu, tafsir, tarikh dan fikih. Demi menimba ilmu, al-Thabari
tidak segan-segan melakukan perjalanan (rihlah) ilmiah ke beberapa daerah,
seperti Tibristan, Irak, Syam, Mesir, dan daerah-daerah lain yang diyakini
sebagai pusat peradaban dan ilmu pengetahuan.
Al-Thabari memulai
petualangan keilmuannya ketika berusia 12 tahun (236 H). Beliau banyak belajar
ke beberapa daerah dan berguru ke beberapa ulama yang ahli di bidangnya
masing-masing. Perjalanan pertamanya adalah ke Ray, sebuah kota yang terletak
di Tehran, Iran, Di kota ini, beliau belajar hadits kepada salah satu guru
utamanya yaitu Muhammad bin Humaid al-Razi ketika ia berusia 17 tahun. Selain
itu. ibn Humaid juga mengajarkan tentang sejarah kehidupan Nabi Muhammad Saw.,
(al-Sirah) karya Ilbn Ishaq, sejarah pra-Islam dan Islam awal. Kemudian
al-Thabari pergi ke Baghdad pada 241 H untuk belajar fikih kepada Imam Ahmad
bin Hanbal, namun sayang Imam Ahmad bin Hanbal terlebih dahulu wafat beberapa
saat sebelum al-Thabari sampai di kota itu.[1]
Pada tahun 242 H,
al-Thabari melanjutkan perjalanan intelektualnya ke Bashrah. Di kota ini,
beliau belajar hadits kepada Muhammad bin al-Ma'ali dan Muhammad bin Basyar.
Kemudian beliau pergi ke Kufah dan berguru kepada Hanna bin al-Sary dan Abu
Kuraib Muhammad bin al-A'la al-Hamdani. Setelah itu, beliau pergi ke Baghdad
dan tinggal di sini untuk beberapa lama sebagai tahapan pertama.
Tahap kedua
petualangan intelektualnya dimulai pada tahun 245 H. Beliau pergi ke Syam
(Syiria) untuk belajar ilmu Qira'at kepada al-Abbas bin al-Walid al-Bairuni
dengan qira'at syamiyyin (qira'at orang-orang Syam). Selanjutnya beliau
meneruskan perjalannya ke Mesir untuk belajar fikih kepada sahabat Imam
al-Syafi'i, yaitu al-Muzani (w. 268 H), dan belajar fikih Maliki kepada
Muhammad bin 'Abd Allah bin al-Hakam dan Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah. Pada
tahun 290 H (291 H), al-Thabari kembali ke Thabaristan dan bermukim sejenak
hingga beliau pergi ke Baghdad dan tinggal disana sampai akhir hayatnya pada
tahun 310 H. Beliau kemudian dimakamkan di dalam rumahnya dan tetap tidak
dipindahkan hingga sekarang .[2]
Al-Thabari
merupakan salah satu tokoh Islam yang menguasai beberpa disiplin ilmu, baik di
bidang tafsir, sejarah, fikih, maupun hadits. Karya beliau yang monumental
adalah kitab sejarah Tarikh al- Umam wa al-Muluk atau dikenal dengan Tarikh
al-Thabari dan kitab tafsir Jami’ al-Bayan ‘An Ta’wil Ay al-Qur’an atau
lebih dikenal dengan Tafsir al-Thabari. Berikut ini adalah karya-karya
al-Thabari:
1.
Adab al-Qadhah.
Kitab ini berisi tentang pujian dan etika yang harus dimiliki oleh para hakim,
persaksian, tuduhan, dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh para hakim
2.
Adab al-Manasik.
Kitab ini berisi tentang segala hal yang harus dipersiapkan bagi seorang jamaah
haji. 3. Adab al-Nufus. Kitab ini menjelaskan tentang akhlak yang seharusnya
dimiliki dan diamalkan oleh seorang Muslim.
3.
Ahkam Syara'i al-Islam
atau Lathif al-Qaul fi al-Bayan an Ushul
al- Ahkam. Kitab ini menguraikan tentang kaidah-kaidah usiuhiyyah dalam
menetapkan suatu hukum. Dalam kitab ini sangat terlihat ketajaman berpikir,
analisis, dan kekuatan al-Thabari berargumentasi dalam menetapkan hukum. Karena
itu, kitab ini dianggap sebagai kumpulan madzahbnya dalam bidang fikih.
4.
Ikhtilaf al-Ulama' atau Ikhtilaf al-Fuqaha' atau Ikhtilaf Ulama al- Amshar fi Ahkam Syara'i al-lIslam.
Kitab ini menguraikan tentang perdebatan para ahli fikih dalam berbagai masalah
hukum, terutama yang berkaitan dengan muamalah. Kitab ini terdiri dari 3000
lembar.
5.
Al-Basith
atau Basith al-Qaul fi Ahkam Syara'i al-Islam. Kitab ini menguraikan
masalah Fikih yang dimulai dari bab Thaharah (bersuci) hingga masalah yang
dimungkingkan muncul di masa depan. Dalam setiap pembahasannya, al-Thabari
mengemukakan perbedaan pendapat dari kalangan sahabat, tabiin, dan tokoh agama
dari setiap umat atau daerah. Kitab ini berisi 1500 lembar.
6.
Tarikh al-Umam wa al-Muluk atau Tarikh al-Rasul wa al-Muluk. tetapi kitab ini dinamai
dengan nama Tarikh al-Thabari. Kitab ini berisi tentang sejarah permulaan
waktu, penciptaan Adam/manusia, para Nabi dan Rasul, kisah nabi Muhammad saw.
hingga pembahasan sejarah pada 302 H. 'Faizah Ali Syibromalisi dk., Membahas
kitab tafsir Klasik-Modern.h 4
7.
Tarikh Rijal min al-Shahabah wa al-Tabi'in. Kitab ini menguraikan tentang riwayat hidup singkat para sahabat
dan tabiin.
8.
Kitab al-Thabsir. Kitab
ini berisi tentang surat menyurat al-Thabari ke penduduk Amol, Thabaristan.
Kitab ini berisi 30 lembar
9.
Tahdzib al-Atsar wa Tafshil al-Tsabit 'an Rasulullah saw mie at
Akhbar. Kitab ini
memulai pembahasannya dari Abu Bakar ra menurutnya dianggap sahih, kemudian
menjelaskan kedudukan setiap hadits, permasalahan fikih dan pendapat ulama
tentang fikih Al-Thabari juga menyelesaikan musnad sebagian dari musnad Ibnu
Abbas. Namun, al-Thabari meningeal sebelum sempat menyempurnakannya.
10.
Jami' al-Bayan 'An Ta'wil ay al-Qur'an. Kitab tafsir ini terdiri dari 18 jilid yang dimulai dari surah
al-Fatihah hungga al-Nas. Dalam penafsirannya, al-Thabari mengutip riwayat dari
nabi Muhammad saw., pendapat sahabat, dan tabiin serta melakukan tarjih
(menguatkan pendapat tertentu setelah melakukan analisis/kritik). AL- Thabari
juga menyinggung masalah kebahasaan dan gira'at dalam penafsirannya.
11.
Al-Qira'at atau al-Jami' al-Qira'at. Kitab ini terdiri dari 18 jilid. Di dalamnya, al-Thabari
menyebutkan qira'at yang mashur dan syadz, menjelaskan alasan-alasannya. kemudian
memilih bacaan untuk dirinya di antara bacaan tersebut.
12.
Dan lain-lain.[3]
Komentar Ulama terhadap Imam ath-Thabari
Al-Khathib
al-Baghdadi berkata: "Al-Thabari adalah salah satu ulama terbesar pada
zaman-nya, perkataanya lurus dan layak untuk dipegangi, semua pemikirannya akan
menggambarkan keluasan ilmunya."[4]
Adz-Dzahabi sendiri menyatakan "Ibnu Jarir adalah seorang yang tsiqah (terpercaya), jujur, hafizh,
pemimpin dalam bidang ilmu tafsir, imam dalam ilmu fikih, ijma', dan
perselisihan ulama juga seorang yang sangat berilmu dalam hal sejarah dan
kemenangan muslimin, menguasai ilmu qira'ah, bahasa dan yang lainnya"[5]