Istilah Inzal adalah istilah yang digunakan untuk menginformasikan bahwa Al-Qur'an diturunkan sekaligus pada malam Lailatul Qadar dari langit ketujuh (Lauh Mahfuz) menuju langit dunia (Baitul Izzah). Di jelaskan bahwa malam tersebut menjadi malam paling mulia. Dimana kala kita beribadah di malam itu menjadi ibadah yang bernilai 1000 bulan atau 83 tahun. Setiap Ramadhan kaum muslimin berlomba-lomba untuk mendapatkan malam itu.
Masih dalam proses turunnya Al-Qur'an, namun masuk fase dari langit dunia (Baitul Izzah) kepada Rasulullah Saw. Diperantarai oleh malaikat Jibril yang kemudian menjadi pimpinan para malaikat. Di dalam hati Rasulullah telah terinstalasi al-Qur'an maka Rasulullah menjadi Rasul yang amat mulia. Fase ini disebut dengan istilah Tanzil.
Jika kita cukupkan sampai sini, bisa kita lihat bahwa semua yang lekat interaksinya dengan Al-Qur'an menjadi sangat mulia. Sebab cipratan kemuliaan itu mengenai siapa saja dan apa saja yang dilaluinya.
Di Ramadhan kita berupaya untuk mengkhatamkan Al-Qur'an sebanyak-banyaknya, kita pun membaca Al-Qur'an sebanyak-banyaknya. Namun sadarkah kita, bahwa aktivitas tersebut mengakibatkan kita tidak begitu mendapatkan rasa tadabbur. Kecepatan bacaan kita yang mengejar target selesai membuat kita kehilangan rasa nikmat dari setiap ayat dan mendapatkan nikmat justru setelah membacanya. Hal ini sesuai dengan proses Inzal, dimana hari-hari diisi dengan tujuan mengkhatamkan keseluruhan.
Pasca Ramadhan kita tidak dituntut untuk banyak mengkhatamkan tetapi di tuntut untuk tadabbur. Sebagaimana Tanzil nya Al-Qur'an selama 23 tahun. Proses panjang tersebut adalah proses tadabbur. Al-Qur'an diturunkan secara bertahap adalah agar lebih mudah di tadabburi, agar setiap tadabbur ayat lebih mudah terinstalasi di dalam diri. Tentu tidak selesai tadabbur dalam 11 bulan. Sebagaimana para sahabat pun berproses selama 23 tahun. Sadarkah kita bahwa proses ini justru meminta kita agar merasakan nikmatnya waktu membaca bukan pasca membaca.
Inzal dan Tanzil memberikan kita pemaknaan mendalam terkait interaksi dengan Al-Qur'an. Bagaimana cara kita tetap bisa merasakan Ramadhan sepanjang tahun. Sebab apa yang telah diturunkan di bulan itu ada bersama kita, dekat dengan kita. Tidak lain adalah agar kita selalu menjadikan hari-hari bersamanya. Menjadikan bulan al-Qur'an sepanjang tahun sebagai bentuk mengamalkan makna Tanzil setelah Inzal. Jadikanlah Ramadhan Inzal dan Tanzil di 11 bulan lainnya. Jika Rasulullah saja butuh 23 tahun untuk Tanzil maka berikan sisa umur kita untuk meneladaninya.
Dan lagi-lagi mari kita lihat, generasi awal itulah yang menjadi generasi terbaik sebab dilalui oleh al-Qur'an pertama kali. Menjadi generasi pertama yang Tanzil dengan Al-Qur'an. Ikutilah mereka agar kemuliaan mereka terinstalasi kepada kita melalui tadabbur.
Tempat untuk mempelajari seputar ilmu-ilmu al-Qur'an secara sederhana dan mudah agar sedikit demi sedikit dapat memahami al-Qur'an lebih luas lagi.
Sabtu, 06 Juni 2020
Kamis, 04 Juni 2020
Mengenal Ulama Al-Qur'an (3)
Imam Nafi' al Madani
Nama lengkap beliau adalah Nafi' bin Abdurrahman bin Abi Nu'aim Al Laitsi Al Kanani. Berasal dari Asbahan yang terkenal dengan kulit hitam legamnya namun wajah beliau amat berseri dan amat baik bacaan Al-Qur'annya. Lahir pada tahun 70n H dan wafat pada 169 H. Seorang pakar qiraat ini telah belajar pada 70 tabi'in. Ia menghabiskan hidupnya dengan mengajar Al-Qur'an terutama mengenai qiraat. Diriwayatkan dari murid-muridnya bahwa ia mengajar selama 70 tahun di Madinah. Terkenal pula bahwa setiap kali ia berbicara tercium aroma harum dari mulutnya padahal ia sama sekali tidak menggunakan parfum. Imam Mujahid memasukkan Imam Nafi' pada barisan ulama qiraat dan menempatkannya pada urutan pertama. Alasan Imam Mujahid adalah sebab beliau tinggal di Madinah dan itulah cara memuliakan Rasulullah . Sedangkan alasan memilihnya masuk dalam barisan imam qiraat adalah sebab 4 hal, yaitu:
1. Beliau memiliki sanad qiraat yang sangat jelas. Beliau ada pada tingkatan ke 4 yakni, Rasulullah, Ubay bin Ka'ab, Abu Hurairah dan Imam Nafi'.
2. Bersifat tsiqqah/terpercaya. Kita tahu bahwa sifat ini amat penting dalam keilmuan Islam. Beliau 'alim dan mengajar sangat lama sehingga beliau amat terpercaya.
3. Beliau memiliki metodologi sendiri dalam mengajarkan qiraatnya. Beliau biasa mengajar Ba'da subuh kepada murid-muridnya dan beliau memilih untuk mengajarkan sesuai dengan urutan kedatangannya. Adapun cara mengajarkan nya adalah talaqqi/talqin sebanyak 30 ayat setiap hari. Beliau belajar dari 70 tabi'in dan amat selektif dalam memilih bacaan, bukan karena bacaan tabi'in salah namun beliau memilih mayoritas bacaan gurunya yang kemudian ia ajarkan kepada murid-muridnya.
4. Ilmu beliau sangat dalam di samping itu beliau juga ahli bahasa dan sejarah bahasa Arab.
Demikian qiraatnya yang hingga kini masih mewarnai dunia keislaman. Kita dapati bacaan Qur'an beliau dari dua orang rawinya yaitu Imam Qalun dan Warsy.
Nama lengkap beliau adalah Nafi' bin Abdurrahman bin Abi Nu'aim Al Laitsi Al Kanani. Berasal dari Asbahan yang terkenal dengan kulit hitam legamnya namun wajah beliau amat berseri dan amat baik bacaan Al-Qur'annya. Lahir pada tahun 70n H dan wafat pada 169 H. Seorang pakar qiraat ini telah belajar pada 70 tabi'in. Ia menghabiskan hidupnya dengan mengajar Al-Qur'an terutama mengenai qiraat. Diriwayatkan dari murid-muridnya bahwa ia mengajar selama 70 tahun di Madinah. Terkenal pula bahwa setiap kali ia berbicara tercium aroma harum dari mulutnya padahal ia sama sekali tidak menggunakan parfum. Imam Mujahid memasukkan Imam Nafi' pada barisan ulama qiraat dan menempatkannya pada urutan pertama. Alasan Imam Mujahid adalah sebab beliau tinggal di Madinah dan itulah cara memuliakan Rasulullah . Sedangkan alasan memilihnya masuk dalam barisan imam qiraat adalah sebab 4 hal, yaitu:
1. Beliau memiliki sanad qiraat yang sangat jelas. Beliau ada pada tingkatan ke 4 yakni, Rasulullah, Ubay bin Ka'ab, Abu Hurairah dan Imam Nafi'.
2. Bersifat tsiqqah/terpercaya. Kita tahu bahwa sifat ini amat penting dalam keilmuan Islam. Beliau 'alim dan mengajar sangat lama sehingga beliau amat terpercaya.
3. Beliau memiliki metodologi sendiri dalam mengajarkan qiraatnya. Beliau biasa mengajar Ba'da subuh kepada murid-muridnya dan beliau memilih untuk mengajarkan sesuai dengan urutan kedatangannya. Adapun cara mengajarkan nya adalah talaqqi/talqin sebanyak 30 ayat setiap hari. Beliau belajar dari 70 tabi'in dan amat selektif dalam memilih bacaan, bukan karena bacaan tabi'in salah namun beliau memilih mayoritas bacaan gurunya yang kemudian ia ajarkan kepada murid-muridnya.
4. Ilmu beliau sangat dalam di samping itu beliau juga ahli bahasa dan sejarah bahasa Arab.
Demikian qiraatnya yang hingga kini masih mewarnai dunia keislaman. Kita dapati bacaan Qur'an beliau dari dua orang rawinya yaitu Imam Qalun dan Warsy.
Selasa, 02 Juni 2020
Qashasul Qur'an
Pengertian Qashash
Al-Qur'an telah menyebutkan
kata qashash dalam beberapa konteks, pemakaian dan tashrif dalam
bentuk fi'il madhi (kata kerja lampau), fi'il mudhari' (kata kerja sedang/akan)
dan fi'il amr (kata kerja perintah),
dan dalam bentuk mashdar (kata benda).
Secara bahasa kata al-qashshu berarti mengikuti jejak atau
mengungkapkan masa yang lalu. Sedangkan al-qashash adalah bentuk mashdar
dari qashsha-yaqushshu-qashashan, sebagaimana yang diungkapkan dalam al-Qur'an:
….فَٱرۡتَدَّا
عَلَىٰٓ ءَاثَارِهِمَا قَصَصٗا ٦٤
"...Lalu
keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula" (al-Kahfi [18]: 64)
Al-Qashash
dalam al-Qur'an
sudah pasti tidak fiktif, sebagaimana yang ditegaskan dalam al-Qur'an:
إِنَّ
هَٰذَا لَهُوَ ٱلۡقَصَصُ ٱلۡحَقُّۚ ….٦٢
"Sesungguhnya
ini adalah kisah yang benar..." (Ali Imran [3]: 62)
لَقَدۡ
كَانَ فِي قَصَصِهِمۡ عِبۡرَةٞ لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِۗ… ١١١
"Sesungguhnya
pada kisah-kisah mereka itu benar-benar terdapat pengajaran bagi orang-orang
yang berakal...."
(Yusuf [12]: 111)
Allah Ta'ala
juga memberi karakter terhadap kisah al-Qur'an sebagai suatu kisah terbaik sebagaimana yang
disebutkan dalam QS. Yusuf [12]: 2-4
إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ قُرۡءَٰنًا عَرَبِيّٗا
لَّعَلَّكُمۡ تَعۡقِلُونَ ٢ نَحۡنُ نَقُصُّ عَلَيۡكَ أَحۡسَنَ ٱلۡقَصَصِ بِمَآ
أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ هَٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ وَإِن كُنتَ مِن قَبۡلِهِۦ لَمِنَ ٱلۡغَٰفِلِينَ
٣ إِذۡ قَالَ يُوسُفُ لِأَبِيهِ يَٰٓأَبَتِ إِنِّي رَأَيۡتُ أَحَدَ عَشَرَ
كَوۡكَبٗا وَٱلشَّمۡسَ وَٱلۡقَمَرَ رَأَيۡتُهُمۡ لِي سَٰجِدِينَ ٤
"Sesungguhnya kami menurunkannya berupa
Al-Qur'an dengan berbahasa Arab agar kamu memahaminya. Kami menceritakan
kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur'an ini kepadamu, dan
sesungguhnya kamu sebelum (kami mewahyukan)nya adalah termasuk orang yang belum
mengetahui. (Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: Wahai ayahku,
sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari, dan bulan; kulihat
semuanya sujud kepadaku."
Secara terminologi, qashash
berarti berita-berita mengenai suatu permasalahan dalam masa-masa yang saling
berurutan. Al-Qur'an selalu menggunakan terminologi qashash
untuk menunjukkan bahwa kisah yang disampaikan itu benar dan tidak mengandung
kemungkinan salah atau dusta. Sementara kisah-kisah lain yang mengandung
kemungkinan salah dan benar biasanya bentuk jamaknya diungkapkan dengan istilah
qishash.
Imam ar-Raghib al-Isfahani mengatakan dalam kitab
mufradatnya (al-Mufradat fii Gharib Al-Qur'an) tentang kata ini (qashash),
"Al-Qashshu berarti 'mengikuti jejak'. Dikatakan, “Qashashtu atsarahu'' Saya mengikuti jejaknya'. Al-qashash
ialah berarti jejak (atsar)[1].
Manna Khalil al-Qattan mengungkapkan
bahwa qashash al-Qur'an
adalah pemberitaan mengenai hal ihwal umat yang telah lalu, nubuat (kenabian)
yang terdahulu, kejadian-kejadian bencana, sejarah umat, dan disebutkan
kota-kota maupun perkampungan, dan mengikuti jejak setiap kaum serta
peristiwa-peristiwa yang telah, sedang, dan akan terjadi.[2]
Macam-Macam
Qashash
1. Kisah Para Nabi Terdahulu
Kisah
ini mencakup dakwah mereka pada kaumnya,
mukjizat mereka, sikap penentang para Nabi, fase dakwah dan perkembangannya,
balasan terhadap orang-orang kafir dan para pendusta, seperti kisah Nabi Nuh,
Ibrahim, Yusuf, Musa, Harun, Isa, Muhammad shallallahu 'Alaihi
wa sallam, dan lainnya.
Contohnya:
Kisah Nabi Ibrahim 'alaihissalaam dalam
QS. al-Anbiya' [21]: 52-57
إِذۡ قَالَ لِأَبِيهِ
وَقَوۡمِهِۦ مَا هَٰذِهِ ٱلتَّمَاثِيلُ ٱلَّتِيٓ أَنتُمۡ لَهَا عَٰكِفُونَ ٥٢ قَالُواْ وَجَدۡنَآ ءَابَآءَنَا لَهَا
عَٰبِدِينَ ٥٣ قَالَ لَقَدۡ كُنتُمۡ أَنتُمۡ وَءَابَآؤُكُمۡ فِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٖ
٥٤ قَالُوٓاْ أَجِئۡتَنَا بِٱلۡحَقِّ أَمۡ أَنتَ مِنَ ٱللَّٰعِبِينَ ٥٥ قَالَ بَل
رَّبُّكُمۡ رَبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ ٱلَّذِي فَطَرَهُنَّ وَأَنَا۠ عَلَىٰ
ذَٰلِكُم مِّنَ ٱلشَّٰهِدِينَ ٥٦ وَتَٱللَّهِ لَأَكِيدَنَّ أَصۡنَٰمَكُم بَعۡدَ
أَن تُوَلُّواْ مُدۡبِرِينَ ٥٧
"(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata ayahnya
dan kaumnya: 'Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadah kepadanya?'
Mereka menjawab: 'Kami mendapati nenek moyang kami menyembahnya'. Ibrahim berkata: 'Sesungguhnya kamu dan nenek
moyangmu berada dalam kesesatan yang nyata'. Mereka menjawab: 'Apakah kamu datang kepada kami
dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?'. Ibrahim berkata: 'Sebenarnya Tuhan kamu ialah
Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya; dan aku termasuk orang yang
dapat memberikan bukti atas yang demikian itu. Demi Allah, sesungguhnya aku
akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi
meninggalkannya.”
2.
Kisah
Al-Qur'an yang Berkaitan dengan
Kejadian Masa Lalu
Seperti kisah orang-orang yang ke luar dari kampung
halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati, Thalut
dan Jalut, dua putra Nabi Adam, Ahlul Kahfi, Dzul Qarnain, Qarun, Ashab
as-Sabti, Maryam, Ashabul Uhdud, Ashabul Fiil, dan lainnya.
Contoh: Kisah Qarun yang diabadikan dalam QS.
Al-Qashash [28]: 76
۞إِنَّ قَٰرُونَ كَانَ مِن قَوۡمِ مُوسَىٰ
فَبَغَىٰ عَلَيۡهِمۡۖ وَءَاتَيۡنَٰهُ مِنَ ٱلۡكُنُوزِ مَآ إِنَّ مَفَاتِحَهُۥ
لَتَنُوٓأُ بِٱلۡعُصۡبَةِ أُوْلِي ٱلۡقُوَّةِ إِذۡ قَالَ لَهُۥ قَوۡمُهُۥ لَا
تَفۡرَحۡۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡفَرِحِينَ ٧٦
"Sesungguhnya
Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan
kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya
sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah), ketika
kaumnya berkata kepaanya: 'Janganlah kamu terlalu bangga; Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri'."
3. Kisah
yang Berkaitan dengan Kejadian yang Terjadi pada Masa Rasulullah
Seperti Perang Badar, Uhud
dalam surah Ali Imran, Perang Hunain, Tabuk dalam surah at-Taubah, Perang Ahzab
dalam surah al-Ahzab, Hijrah, al-Isra' dan yang semisal dengannya.
Contoh: Kisah tentang Perang Badar yang terekam
dalam QS. Ali Imran [3]: 123-125
وَلَقَدۡ نَصَرَكُمُ ٱللَّهُ
بِبَدۡرٖ وَأَنتُمۡ أَذِلَّةٞۖ فَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ ١٢٣ إِذۡ
تَقُولُ لِلۡمُؤۡمِنِينَ أَلَن يَكۡفِيَكُمۡ أَن يُمِدَّكُمۡ رَبُّكُم بِثَلَٰثَةِ
ءَالَٰفٖ مِّنَ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ مُنزَلِينَ ١٢٤ بَلَىٰٓۚ إِن تَصۡبِرُواْ
وَتَتَّقُواْ وَيَأۡتُوكُم مِّن فَوۡرِهِمۡ هَٰذَا يُمۡدِدۡكُمۡ رَبُّكُم
بِخَمۡسَةِ ءَالَٰفٖ مِّنَ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ مُسَوِّمِينَ ١٢٥
"Sungguh Allah telah menolong kamu dalam
peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalahkepada
Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya. (Ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada
orang mu'min: 'Apakah tidak cukup bagi kamu Allah membantu kamu dengan tiga
ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?' Ya (cukup), jika kamu bersabar
dan bersiap siaga, dan mereka datangmenyerang kamu dengan seketika itu juga,
niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda."
Makna Pengulangan Qashash
Al-Qur'an banyak
mengungkapkan kisah-kisah yang berulang-ulang di beberapa tempat. Adakalanya
suatu kisah di dalam al-Qur'an terulang di tempat dan bentuk yang berbeda.
Adapula kisah yang diletakkan di awal dan di akhir. Adapula kisah yang diungkapkan
secara ringkas dan ada pula kisah yang di ceritakan secara detil.
Contohnya: Kisah
Nabi Musa 'alaihis salam dalam QS.Thaha [20]: 9-14
وَهَلۡ أَتَىٰكَ حَدِيثُ مُوسَىٰٓ ٩ إِذۡ رَءَا
نَارٗا فَقَالَ لِأَهۡلِهِ ٱمۡكُثُوٓاْ إِنِّيٓ ءَانَسۡتُ نَارٗا لَّعَلِّيٓ
ءَاتِيكُم مِّنۡهَا بِقَبَسٍ أَوۡ أَجِدُ عَلَى ٱلنَّارِ هُدٗى ١٠ فَلَمَّآ أَتَىٰهَا نُودِيَ يَٰمُوسَىٰٓ ١١ إِنِّيٓ
أَنَا۠ رَبُّكَ فَٱخۡلَعۡ نَعۡلَيۡكَ إِنَّكَ بِٱلۡوَادِ ٱلۡمُقَدَّسِ طُوٗى ١٢ وَأَنَا
ٱخۡتَرۡتُكَ فَٱسۡتَمِعۡ لِمَا يُوحَىٰٓ ١٣ إِنَّنِيٓ أَنَا ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ
إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعۡبُدۡنِي وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ لِذِكۡرِيٓ ١٤
"Dan apakah telah
sampai kepadamu kisah Musa?. Ketika dia (Musa) melihat api, lalu dia berkata
kepada keluarganya, “Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan
aku dapat membawa sedikit nyala api kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di
tempat api itu.”. Maka ketika dia mendatanginya (ke tempat api itu) dia
dipanggil, “Wahai Musa!. Sungguh, Aku adalah Tuhanmu, maka lepaskan kedua
terompahmu. Karena sesungguhnya engkau berada di lembah yang suci, Tuwa. Dan
Aku telah memilih engkau, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan
(kepadamu). Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah
Aku dan laksanakanlah shalat untuk mengingat Aku."
Kisah itu diulang
dalam QS. An-Naml [27]: 7-8.
إِذۡ قَالَ مُوسَىٰ
لِأَهۡلِهِۦٓ إِنِّيٓ ءَانَسۡتُ نَارٗا سََٔاتِيكُم مِّنۡهَا بِخَبَرٍ أَوۡ
ءَاتِيكُم بِشِهَابٖ قَبَسٖ لَّعَلَّكُمۡ تَصۡطَلُونَ ٧ فَلَمَّا جَآءَهَا
نُودِيَ أَنۢ بُورِكَ مَن فِي ٱلنَّارِ وَمَنۡ حَوۡلَهَا وَسُبۡحَٰنَ ٱللَّهِ
رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٨
"(Ingatlah) ketika
Musa berkata kepada keluarganya, “Sungguh, aku melihat api. Aku akan membawa
kabar tentang itu kepadamu, atau aku akan membawa suluh api (obor) kepadamu
agar kamu dapat berdiang (menghangatkan badan dekat api).”. Maka ketika dia
tiba di sana (tempat api itu), dia diseru, “Telah diberkahi orang-orang yang
berada di dekat api, dan orang-orang yang berada di sekitarnya. Mahasuci Allah,
Tuhan seluruh alam.”.
Demikian pula kisah
dalam surah al-Qashash yang bercerita tentang Nabi Musa 'alaihis salam dalam
episode yang sama. Pada surah an-Naml [27]: 10-11.
وَأَلۡقِ
عَصَاكَۚ فَلَمَّا رَءَاهَا تَهۡتَزُّ كَأَنَّهَا جَآنّٞ وَلَّىٰ مُدۡبِرٗا
وَلَمۡ يُعَقِّبۡۚ يَٰمُوسَىٰ لَا تَخَفۡ إِنِّي لَا يَخَافُ لَدَيَّ ٱلۡمُرۡسَلُونَ
١٠ إِلَّا مَن ظَلَمَ ثُمَّ بَدَّلَ حُسۡنَۢا بَعۡدَ سُوٓءٖ فَإِنِّي غَفُورٞ
رَّحِيمٞ ١١
"Dan
lemparkanlah tongkatmu!” Maka ketika (tongkat itu menjadi ular dan) Musa
melihatnya bergerak-gerak seperti seekor ular yang gesit, larilah dia berbalik
ke belakang tanpa menoleh. ”Wahai Musa! Jangan takut! Sesungguhnya di
hadapan-Ku, para rasul tidak perlu takut. kecuali orang yang berlaku zhalim
yang kemudian mengubah (dirinya) dengan kebaikan setelah kejahatan (bertobat);
maka sungguh, Aku Maha Pengampun, Maha Penyayang."
Sedangkan dalam QS.
Al-Qashas: [28]: 31
وَأَنۡ أَلۡقِ عَصَاكَۚ
فَلَمَّا رَءَاهَا تَهۡتَزُّ كَأَنَّهَا جَآنّٞ وَلَّىٰ مُدۡبِرٗا وَلَمۡ
يُعَقِّبۡۚ يَٰمُوسَىٰٓ أَقۡبِلۡ وَلَا تَخَفۡۖ إِنَّكَ مِنَ ٱلۡأٓمِنِينَ ٣١
"Dan lemparkanlah
tongkatmu.” Maka ketika dia (Musa) melihatnya bergerak-gerak seakan-akan seekor
ular yang (gesit), dia lari berbalik ke belakang tanpamenoleh. (Allah
berfirman), “Wahai Musa! Kemarilah dan jangan takut. Sesungguhnya engkau
termasuk orang yang aman."
Dari dua contoh
kisah di atas terdapat hikmah seperti yang di jelaskan oleh Manna' Khalil al-Qattan
dalam kitabnya Mabahits Fi ‘Ulumul Qur'an bahwa hikmah pengulanngan
kisah ialah sebagai berikut[4]:
1. Menjelaskan Ke-balaghah-an Al-Qur'an dalam Tingkat Paling
Tinggi.
Di
antara keistimewaan balaghah adalah mengungkapkan sebuah makna dalam
berbagai bentuk yang berbeda. Kisah yang berulang dengan uslub (gaya
bahasa) yang berbeda satu dengan yang lain serta dituangkan dalam pola yang
berlainan pula, sehingga tidak membuat orang merasa bosan karenanya bahkan
dapat menambah ke dalam jiwanya makna baru yang tidak didapatkan saat
membacanya di tempat lain.
2. Kehebatan Mu'jizat Al-Qur'an.
Al-Qur'an
mengemukakan sesuatu makna dalam berbagai bentuk susunan kalimat di mana salah
satu bentuk tidak dapat ditandingi oleh sastrawan Arab. Hal itu merupakan
tantangan yang luar biasa dan bukti bahwa al-Qur'an itu datangnya dari Allah.
Pengulangan
kisah tersebut meskipun dalam episode kehidupan Nabi Musa yang sama akan tetapi
berbeda dalam hal pemaparan. Kisah pertama menjelaskan bahwa Nabi Musa ‘alaihis
salam berada di tempat yang diberkahi sedangkan kisah kedua menjelaskan
bahwa diberkahi orang-orang di tempat itu. Kisah ini terdapat di surat yang
berbeda namun kisahnya di tempat yang sama kejadiannya pun sama hanya saja gaya
bahasanya yang berbeda.
3. Memberikan Perhatian Besar Terhadap Kisah Tersebut agar
Pesan-Pesannya Lebih Mantap dan Melekat Dalam Jiwa
Hal
ini karena pengulangan merupakan salah satu cara pengukuhan dan indikasi betapa
besarnya perhatian. Misalnya kisah Nabi Musa 'alaihis salam dengan Fir'aun.
Kisah yang menggambarkan secara sempurna pergulatan sengit antara kebenaran
dengan kebatilan. Sekalipun kisah itu sering diulang-ulang tetapi pengulangannya
tidak pernah terjadi dalam sebuah surat.
4. Perbedaan Daerah yang Menjadi Tujuan Kisah
Sebagian makna-maknanya dijelaskan di satu
tempat karena hanya itulah yang diperlukan sedangkan makna-maknanya dijelaskan
di tempat lain sesuai dengan tuntutan keadaan. Kisah pertama menjelaskan
perintah Allah kepada Nabi Musa ‘alaihis salam agar jangan takut dan
pada kisah kedua di jelaskan bahwa Nabi Musa ‘alaihis salam jangan takut
karena ia termasuk orang yang aman. Dua kisah ini di ceritakan di ayat yang
berbeda tetapi tujuannya sama.
Relevansi Qashash dan Sejarah
Seperti yang telah diketahui di atas bahwa kisah-kisah dalam
al-Qur’an itu memiliki realitas yang diyakini kebenarannya, termasuk peristiwa
yang ada di dalamnya. Ia bagian dari ayat-ayat yang diturunkan dari sisi Yang
Maha Tahu dan Maha Bijaksana. Sebagai kitab suci, al-Qur’an bukanlah kitab
sejarah, sehingga tidaklah adil jika al-Qur’an dianggap mandul hanya karena
kisah-kisah yang ada didalamnya tidak dipaparkan secara gamblang. Akan tetapi
berbeda dengan cerita fiksi, kisah-kisah tersebut tidak didasarkan pada
khayalan yang jauh dari realitas.
Kisah-kisah dalam al-Qur’an dimaksudkan sebagai sarana untuk
mewujudkan tujuannya yang asli, yaitu tujuan keagamaan yang meriwayatkan adanya
kebenaran, pelajaran dan peringatan. Al-Qur’an tidak menceritakan kejadian dan
peristiwa secara kronologis dan tidak memaparkannya secara terperinci. Hal ini
dimaksudkan sebagai peringatan tentang hukum Allah SWT dalam kehidupan sosial
serta pengaruh baik dan buruk dalam kehidupan manusia.
Sebagian kisah dalam al-Qur’an merupakan petikan sejarah yang bukan
berarti menyalahi sejarah, karena pengetahuan sejarah adalah sangat kabur dan
penemuan-penemuan arkeologi sangat sedikit untuk mengungkapkan kisah dalam
al-Qur’an dalam kerangka pengetahuan modern.
Kisah tidak bermaksud mengajarkan peristiwa-peristiwa sejarah
seperti halnya buku-buku sejarah. Yang sangat dipentingkan oleh kisah al-Qur’an
adalah memberi nasehat, bukan mensejarahkan perorangan atau golongan
bangsa-bangsa. Relevansi kisah dengan sejarah adalah sebagai berikut:
1.
Kisah-kisah dalam al-Qur’an itu memiliki realitas
yang diyakini kebenarannya, termasuk peristiwa yang ada di dalamnya. Ia bagian
dari ayat-ayat yang diturunkan dari sisi Yang Maha
Tahu dan Maha Bijaksana.
2.
Kis ah-kisah dalam al-Qur’an dimaksudkan sebagai sarana untuk
mewujudkan tujuannya yang asli, yaitu tujuan keagamaan yang meriwayatkan adanya
kebenaran, pelajaran dan peringatan.
3 Al-Qur’an
tidak menceritakan kejadian dan peristiwa secara kronologis dan tidak
memaparkannya secara terperinci. Hal ini dimaksudkan sebagai peringatan tentang
hukum Allah SWT dalam kehidupan sosial serta pengaruh baik dan buruk dalam
kehidupan manusia.
4.
Sebagian kisah dalam al-Qur’an merupakan petikan sejarah yang bukan
berarti menyalahi sejarah, karena pengetahuan sejarah adalah sangat kabur dan
penemuan-penemuan arkeologi sangat sedikit untuk mengungkapkan kisah dalam
al-Qur’an dalam kerangka pengetahuan modern.
Urgensi Qashash Al-Qur’an
Pembahasan berikut ini berkaitan tentang urgensi dari qashash al-
Qur’an atau kisah-kisah yang terdapat dalam al- Qur’an. Urgensi berarti
keharusan yang mendesak atau hal yang bersifat sangat penting.[5] Urgensi
qashash al-Qur’an berarti hal-hal penting atau pentingnya kisah-kisah
pada al-Qur’an. Berikut ini merupakan urgensi kisah-kisah dalam al- Qur’an :
1. Kisah- Kisah
dalam Al-Qur’an Merupakan Kisah yang Paling Benar
Kebenaran
suatu kisah adalah metode yang yang sangat menyenangkan dalam menumbuhkan rasa
keimanan. Kisah-kisah dalam al-Qur’an merupakan kisah yang paling benar.
Seperti yang telah Allah tegaskan dalam firmanya:
نَّحۡنُ نَقُصُّ عَلَيۡكَ
نَبَأَهُم بِٱلۡحَقِّۚ…. ١٣
“Kami
kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar”. (Al- Kahfi [18]:13).
Kisah dalam al-Qur’an
bukan merupakan sesuatu yang bersifat khayalan. Kisah al-Qur’an tidak bisa dianalogikan dengan
kisah kesusastraan yang lain, karena semua kisah pada al-Qur’an
merupakan fakta nyata dan tidak bersifat tashawwur (pemikiran/imajinasi
). Hal ini selaras dengan perkataan Manna al-Qaththan, seorang muslim yang benar
adalah yang mengimani bahwa al-Qur’an itu Kalamullah. Dia suci dari penggambaran seni yang tidak perduli dengan rutinitas
sejarah. Kisah- kisah al-Qur’an itu semuanya mengandung fakta
sejarah yang yang dilukiskan dengan indah dan menarik.[6] Juga
firman-Nya yang berbunyi:
إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ ٱلۡقَصَصُ
ٱلۡحَقُّۚ ….٦٢
“Sesungguhnya
ini adalah kisah yang benar, (Ali Imran [3]:62).
Allah Subhanahu wa Ta’ala suci dari sifat dusta sehingga Allah tidak
mungkin mengisahkan kisah-kisah yang tidak terjadi atas fiktif. Dan Allah Ta’ala mengisahkan satu kisah, berarti kisah itu
benar dan diceritakan berdasarkan ilmu.
1. Kisah- kisah dalam Al- Qur’an menjelaskan
asas-asas dakwah menuju ketauhidan dan menjelaskan pokok syariat yang dibawa Nabi
وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن
قَبۡلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِيٓ إِلَيۡهِ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ
أَنَا۠ فَٱعۡبُدُونِ ٢٥
"Dan
Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu melainkan kami wahyukan
kepadanya, bahwa tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah olehmu sekalianakan
Aku". (Al-Anbiya [21]: 25 ).
2. Kisah- kisah dalam al- Qur’an
menjelaskan peneguhan hati terhadap Rasul SAW serta
memperkuat mukmin akan menangnya kebenaran dan para pendukungnya serta
hancurnya kebatilan dan para pendukungnya. Karena pada hakikatnya sunnatullah akan selalu menolong para Anbiya dan menghancurkan para pendusta.[7]
3. Kisah-kisah dalam al-Qur’an
menjelaskan pembenaran para Nabi terdahulu, penghidupkan kenangan
terhadap mereka serta pengabadian jejak dan peninggalannya, juga penampilan
kebenaran Muhammad dalam dakwahnya dengan apa yang diberitakannya tentang
hal-ihwal orang-orang terdahulu di sepanjang kurun dan generasi.
4. Kisah-kisah dalam al-Qur’an
menjelaskan pengajaran fadhilah-fadhilah akhlaq dari segi contoh perbuatan yang
terdapat dalam kisah al-Qur’an, pelarangan akan sifat keji dan mungkar, serta penjagaan manusia
akan perbuatan dosa.
5. Kisah-kisah dalam al-Qur’an
menjelaskan penyingkapan kebohongan ahli kitab dengan cara membeberkan keterangan
yang semula mereka sembunyikan, kemudian menentang mereka dengan menggunakan
ajaran kitab mereka sendiri yang masih asli, yaitu sebelum kitab itu diubah dan
diganti.
6. Kisah termasuk salah satu bentuk sastra
yang dapat menarik perhatian para pendengar mempengaruhi jiwa. Firman Allah:
“Sesungguhnya pada kisah mereka itu terdapat pelajaran
bagi orang-orang yang berakal.” (Yusuf
[12]:111 ).
7.
Kisah-kisah dalam al-Qur’an menjelaskan akan kebaikan atau kecintaan untuk beramal
baik di dunia dan nikmat yang tetap di akhirat bagi mukmin yang taat, dan
menjauhi amarah Allah serta azabnya di dunia dan akhirat bagi pelaku maksiat.
[5]KBBI, “makna urgensi”, diakses dari https://www.google.com/amp/s/kbbi.web.id/urgensi.html pada tanggal 15 Maret 2019 pukul 09.36.
Langganan:
Postingan (Atom)