Kamis, 11 Februari 2021

KALIGRAFI

Kaligrafi, seni menulis indah ke dalam bentuk lukisan yang dituangkan pada kertas (pada mula perkembangannya) menggunakan pena, kuas, atau alat tulis lainnya. Seiring dengan perjalanan waktu, kaligrafi ditemukan diberbagai media, seperti dinding, batu, kanvas, dan lain sebagainya. Teknik menulis kaligrafi bukanlah sesuatu yang dapat dibuat tanpa adanya aturan didalamnya, tapi ada geometri yang akurat, kaidah-kaidah yang ketat dalam menuliskannya, namun yang terpenting dari itu semua adalah serumit apapun tulisan kaligrafi, jangan sampai itu mengubah makna dan teks asli Al-Qur’an karena orisinalitas Al-Qur’an harus lah dipegang teguh baik secara lafaz maupun makna. Pembicaraan mengenai kaligrafi jika disandarkan pada Islam, maka tidak akan terlepas dari asal-usul Khat Arab yang akan diulas pada pembahasan selanjutnya

Asal-Usul Khat Arab

           Dalam bukunya Membumikan Ulumul Qur’an, Dr. Ahsin Sakho mengatakan bahwa ada dua pendapat mengenai asal-usul khat Arab. Pertama, khat yang berasal dari bangsa Himyar dari Arab Selatan, salah satu bangsa keturunan Arab asli dari keturunan Qahtan yang mendiami negeri Yaman. Pendapat kedua mengatakan bahwa khat Arab berasal dari Arab Utara, yaitu bangsa Aramis yang salah satu dari unsur bangsa Smith, yang eksis pada abad ke-9 Sebelum Masehi (SM).

           Tulisan Aramis dilanjutkan oleh kaum Nabatian, dan kemudian pergi ke Anbar. Dari Anbar kemudian menyebar ke Mekah melalui Harb bin Umayyah, seorang pedagang yang sering hilir mudik ke Irak. Pendapat ini juga dikuatkan juga oleh penelitian atas tulisan-tulisan yang tertoreh di batu-batu di pegunungan sekitar Irak. Pendapat kedua inilah yang lebih mendekati kebenaran, karena diketahui hubungan perdagangan antara Mekah dan Hirah atau Anbar telah berlangsung lama sebelum Islam datang.

Sejarah Singkat Kaligrafi

           Bangsa Arab sebelum kedatangan Islam tidak terlalu terbiasa dengan tradisi membaca dan menulis, kecuali pada kalangan tertentu, seperti kalangan bangsawan. Mayoritas bangsa Arab, mereka lebih menyukai metode menghafal. Bahkan transaksi atau sebuah perjanjian hanya disampaikan dari mulut ke mulut tanpa menuliskanny. Angin segar Islam membawa peradaban pada tingkat kemajuan yang luar biasa, karena ketika pembicaraan ini dilekatkan pada peradaban dan kata ‘kaligrafi’ maka pertumbuhan pesat kaligrafi tak akan lepas dari pengaruh Al-Qur’an yang sejak diturunkannya sudah berbicara mengenai membaca dan menulis (Al-‘Alaq/96 :1-5).

           Pada abad ke-2 Hijriyah, Rasulullah saw mewajibkan pada tawanan perang yang tidak mampu membayar uang tebusan untuk mengajari baca-tulis pada kaum muslimin. Pada tahun inilah, tahun kebangkitan baca-tulis kalangan umat Islam. Dan pada masa tersebut, kaligrafi didominasi oleh Khat Kufi (hingga masa berakhirnya pemerintahan Khulafaurrasyidin). Bahkan untuk penulisan mushaf (kodifikasi) Khat Kufi inilah yang menjadi fokus perhatian untuk menorehkannya. Pada perkembangan selanjutnya terjadi pada masa Dinasti Umayyah.

           Pada pemerintahan Dinasti Umayyah, goresan tulisan khat mulai dikembangkan, karena adanya ketidakpuasan terhadap Khat Kufi yang dinilai kaku dan sulit untuk digoreskan. Sebab lain juga karena faktor perkembangan Islam itu sendiri. Meskipun bahasa Arab telah ada sebelum Islam datang, namun bahasa ini berkembang pesat sejalan dengan perkembangan agama Islam, hingga yang mengenal bahasa Arab tidak hanya orang Arab, tetapi juga oran non-Arab, serta ini tak lepas dari faktor politik Dinasti Umayyah, yang menetapkan bahasa Arab bahasa nasional wilayah-wilayah Islam. Beranjak dari sanalah muncul berbagai bentuk goresan kaligrafi pada masa itu.

           Goresan yang muncul ketika pemerintahan Dinasti Umayyah dinilai lebih mudah untuk menggoreskannya. Karena goresan yang dirumuskan harus lembut–tidak kaku seperti Khat Kufi atau dalam kata lain, yang dikembangkan adalah Khat Non-Kufi. Pelopor perkembangan bentuk goresan kaligrafi pada masa itu adalah khalifah pertama Dinasti Umayyah, Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Beberapa ragam kaligrafi dikembangkan berdsarkan nama kota dikembangkankannya tulisan tersebut. Tulisan yang populer pada masa itu adalah Tumar, Jalil, Nisf, Sulus, dan sulusain.

           Tulisan Tumar yang bercirikan tegak lurus ditulis denga pada tumar-tumar (lembaran penuh, gulungan kulit atau kertas), jenis tulisan ini digunakan dalam komunikasi tertulis antara khalifah dan para amir, serta tulisan jenis ini digunakan untuk penulisan dokumen resmi istana. Atau dalam kata lain, jenis tulisan tumar digunakan oleh para pemegang kekuasaan pada masa itu. sedangkan tulisan jenis jalil digunakan oelh masyarakat umum.

Perkembangan selanjutnya pada Dinasti Abbasiyah, pada masa ini gaya dan metode menulis kaligrafi semakin berkembang dan pada masa ini semakin banyak khattath dan khattathah yang muncul, dapat dikatakan pada masa ini adalah masa gemilang bagi seni khat. Pada periode ini pencapaian terbesar dalam dunia kaligrafi adalah penemuan metode geometrikal pada kaligrafi yang terdiri dari tiga unsur kesatuan baku dalam pembuatan huruf, yang ditawarkan yaitu: titik, huruf alif, dan lingkaran. Rumus-rumus ini ditemukan oleh Ibnu Muqlah. Menurut pendapatnya juga setiap huruf hendaknya berdasarkan metode ini yang disebut dengan metode al-Khat al-Mansub (tulisan yang berstandar). Usaha Ibn Muqlah diteruskan oleh Ibnu Bawwab, seorang murid dari muridnya Ibnu Muqlah. Ibnu Bawwab terus mengembangkan metode yang sudah dirintis oleh Ibnu Muqlah, dan metodenya ini dinamakan al-Mansub al-Faiq (huruf berstandar indah). Periode selanjutnya muncul seorang yang bernama Yaqut al-Musta’simi yang memperkenalkan metode baru, metode yang lebih halus dan lembut dalam penulisan kaligrafi. Yaqut adalah kaligrafer termasyhur pada masa detik-detik kehancuran pemerintahan Abbasiyah (1258 M). Pada masa Abbasiyah setidaknya ada enam gaypoatau variasdayang paling utama dalam penulisan kaligrafi yankaterkenal (masyhur dikalangan umat islam), yaitu: Sulust, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani, Riqa’, dan Tauqi’. Pada masa Abbasiyah, karya-karya kaligrafi lebih dominan dipakai sebagai hiasan ornamen dan arsitektur.

Setelah bangsa Mongol berhasil menduduki Daulah Abbasiyah, kaligrafi terus-menerus mengeksistensi dalam peradaban Islam. Selain terdapat Yaqut (seperti yang telah disebutkan) pada masa itu, Abaga, anaknya Khulagu Khan memeluk Islam, dan ini mengakibatkan dinasti Mongol memeluk agama Islam. Saat itulah, kaligrafi berhasil mengesksistensi di negeri Islam bagian Timur. Untuk negeri Islam bagian Barat, wilayah Arab dekat Mesir, termasuk Andalusia (Spanyol), berkembang tulisan Khat Maghribi atau Kufi Barat pada abad pertengahan.

Pasca pemerintahan Mongol, kaligrafi masih terus menjadi primadona seniman muslim, dan terus mengembangkannya, hingga pada masa sekarang hanya tinggal beberapa gaya yang paling populer dalam dunia Islam saat ini, yaitu: Naskhi, Sulus, Raihani, Diwani Jali, Farisi, Riq’ah, dan Kufi.

Mengenai kemajuan peradaban suatu bangsa, bangsa yang maju, budaya juga semakin maju, termasuk tulis-menulis. Kata ‘kaligrafi’ secara singkat memang berarti seni tulisan iinda, maka ketika menyebut ‘kaligrafi’ belum tentu itu goresan ayat suci al-Qur’an atau pun khat Arab, hanya saja muslim di Indonesia tebiasa menyebut khat Arab dengan sebutan kaligrafi – yang bermakna seni tulisan indah ayat-ayat Al-Qur’an yang tak terlepas dari aturan berdasarkan geometrik dan yidak merubah secara lafz dan makna yang terkandung,

 

Bahan Bacaan

Muhammad, Ahsin Sakho. Membumikan Ulumul Qur’an. Jakarta: QAF Media. 2019

Fitriani, Laily. Skripsi “Seni Kaligrafi: Peran dan Kontribusinya Terhadap Peradaban Islam”, UIN Maulana Malik, Malang. Tt

Sirojuddin A.R, “Peta Perkembangan Kaligrafi Islam di Indonesia” Jurnal Al-Turas, Vol. XX, No. 1, 2014

https://ganaislamika.com/sejarah-singkat-kaligrafi-islam/

http://www.pil-tei.com/history/asal-mula-adanya-kaligrafi-islam/#:~:text=Bahasa%20Arab%20sendiri%20menyebut%20khat,dan%20disebutlah%20dengan%20tulisan%20indah.

https://www.republika.co.id/berita/mppmdp/sejarah-dan-perkembangan-kaligrafi-arab

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar